"EXPOSURE"
Siang hari itu sehari sebelum
libur natal berakhir, pada tanggal 5 Januari 2014, saya dan 3 orang teman saya yaitu
Marina, Sopi, dan Indra pergi ke pasar antri Cimahi. Kami pergi kesana untuk
melakukan tugas Exposure yang diberikan oleh Pastor Didi. Kami datang ke pasar
antri sekitar pukul 12.00 siang. Saat itu pasar antri masih ramai seperti
biasanya.
Kami mulai mencari
orang-orang yang mau kami bantu dan kami wawancarai. Rencananya kami ingin membantu
pedagang keliling kue atau gorengan, tetapi sudah siang jadi pedagang keliling
sudah tidak ada.Yang ada hanya pedagang gerobak seperti tukang kupat tahu,
bakso, dan bubur. Kami memilih tukang bubur gerobak sebagai objek kami. Saat
itu saya, marina, dan Sopi membantu sambil mewawancarai pedagang, Indra
bertugas menemani dan mengawasi kami dari jauh karena situasi pasar yang rawan
kejahatan.
Kami bertiga mulai
memperkenalkan diri masing-masing dan berkata bahwa kami ingin membantu
pasangan suami istri tersebut untuk berjualan bubur, ternyata ibu itu sudah
dari pagi berjualan disana. Awalnya ibu itu sempat bertanya kepada kami “Ada
tugas ya neng? Sekolahnya dimana?”. Tetapi kami langsung menyangkal, kami
berkata bahwa kami tidak ada tugas, kami tulus mau membantu ibu dan bapak ini,
kami ingin punya pengalaman untuk bekerja. Setelah berkenalan ternyata nama Ibu
itu adalah Ibu Eti (54) dan suaminya bernama Pa Sunarya (55). Kebetulan pada
saat itu sedang tidak ada pelanggan sehingga kami bisa mewawancarai Ibu dan
Bapak tanpa mengganggu pekerjaannya. Walaupun tidak ada pelanggan kami tetap
membatu ib dan bapak untuk membereskan barang-barang disitu, memcuci piring,
dan menata mejanya. Sambil beres-beres, kami terus mewawancarai bapak dan ibu.
Ternyata BApak dan Ibu itu tinggal di dareah Pasopati, dekat dengan Pasar
Antri. Mereka sudah mempunyai 3 orang anak, anak pertama sudah bekerja di
tempat ternak ayam, anak kedua baru saja lulus SMA dan sedang mencari
pekerjaan, anak ketiga masih bersekolah di SMK Taruna Mandiri kelas 2 SMA. Ibu
dan Bapak ini sudah 10 tahun berjualan bubur di pasar antri. Biasanya mereka
berjualan dari pagi jam 5 subuh, sampai dagangannya habis, tetapi mengingat
usianya yang makin bertambahn tenaganya pun makin berkurang, sehingga mereka
tidak biasa berlama-lama berjualan, mereka hanya berjualan sampai sekitar jam 2
siang. Setelah itu mereka plng ke rumahnya sambil membawa gerobak bubur. Penghasilan
mereka sekitar 300ribu perhari. Saat kami Tanya tentang isu gas LPG yang
harganya akan naik, mereka tidak setuju karena mereka bisa mendapat keuntungan
yang sangat kecil kalau harga LPG dinaikkan.
Ibu Eti juga menceritakan
bahwa Pa Sunarya sudah tidak bisa bekerja yang berat-berat lagi, karena Pa
Sunarya baru saja dioperasi karena mengalami pembesaran kelenjar prostat. Bapak
dan Ibu sudah mau pulang sehingga kami harus mengakhiri pembicaraan kami. Kami
sempat diajak ke rumahnya tetapi kami menolak karena kami tidak mau merepotkan
bapak dan ibu. Akhirnya kami pamit dan berterima kasih atas pengalaman yang
telah diberikan.
Kami merasa masih belum
puas, karena kami tidak terlalu banyak membantu karena Ibu dan Bapak sudah
selesai berdagang, akhirnya kami menyusuri sepanjang jalan Gandawijaya untuk
mencari objek. Kami bertemu dengan seorang Bapak tua yang membawa wadah besar
di bahunya. Kami mulai mendekatinya dan memperkenalkan diri, nama Bapak
tersebut Bapak Yayat dan di adalah seorang pedagang bakpau kami menjelaskan
kepadanya bahwa kami ingin membantu Bapak Yayat untuk berjualan bakpau. Awalnya
dia menolak karena dia kasihan pada kami, dia tidak mau merepotkan kami. Tetapi
kami terus membujuknya untuk membantunya, dan akhirnya bapak itu mengiyakan,
untungnya Bapak tersebut tidak mencurigai kami bahwa kami sedang mengerjakan
tugas. Akhirnya kami membantunya berjualan , kemi menyusuri sepanjang jalan
Gandawijaya sambil menawarkan kepada penjaga-penjaga toko yang sedang santai,
kami juga tidak lupa mewawancarai Bapak Yayat. Bapak Yayat berumur 72 tahun, ia
berasal dari Garut, ia tinggal di dekat Alun-Alun Kota Bandung. Sungguh
perjuangan dari alun-alun Bandung ke cimahi untuk berjualan bakpau, dia naik
angkuta umum dan berhenti di setiap tempat yang ramai danan pemberhentian
terakhirnya di Cimahi, padahalnya Ia sudah sangat tua. Ia mempunyai 8 orang
anak dan semuanya tinggal di Garut. Tetapi ia tertutup ia tidak mau menceritakan
detail tentang keluarganya, kami juga memakluminya. Ia tinggal disini bersama pemilik usaha bakpau
itu. Dalam sehari ia membawa 30 bakpau dari rumah, walaupun hanya 30 tetapi
sangat sulit untuk membuatnya habis terjual. Bakpau ada yang rasa daging, asin,
dan manis, dan harga semuanya masing-masing 5ribu rupiah. Saya dan teman-teman
merasakan sulitnya berjualan bakpau, hanya sedikit orang yang mau membeli
bakpau tersebut. Tapi kami sering membujuk orang-orang supaya membeli. Kami
merasa kasihan dengan Bapak Yayat, dia sudah terlalu tua untuk bekerja seperti
ini, dengan panas yang menyengat dan perjalanan yang panjang, belum lagu beban
yang harus dipikulnya, membawa wadah bakpau. Saat hari sudah sore bapak itu
berhenti sejenak, lalu ia menyuruh kami pulang, ia sangat berterima kasih
karena kami sudah membantunya, awalnya kami tidak ingin meyelesaikannya tetapi
bapak tersebut mendesak karena sebentar lagi ia harus pulang ke Bandung.
Akhirnya kami mengehentikan semuanya dan kami pamit pulang kepada Bapak Yayat
den mengucapkan banyak terima kasih kepadanya. Kami pun berpisah, Bapak Yayat
terharu, saya melihat matanya berkaca-kaca seperti hendak mengeluarkan air
mata, tetapi ia menahannya supaya tidak dilihat orang, kami juga merasa terharu
dan ingin menangis tapi kami menahannya. Setelah itu kami pulang ke rumah kami
masing-masing.