Selasa, 14 Januari 2014



"EXPOSURE" 

Siang hari itu sehari sebelum libur natal berakhir, pada tanggal 5 Januari 2014, saya dan 3 orang teman saya yaitu Marina, Sopi, dan Indra pergi ke pasar antri Cimahi. Kami pergi kesana untuk melakukan tugas Exposure yang diberikan oleh Pastor Didi. Kami datang ke pasar antri sekitar pukul 12.00 siang. Saat itu pasar antri masih ramai seperti biasanya.
Kami mulai mencari orang-orang yang mau kami bantu dan kami wawancarai. Rencananya kami ingin membantu pedagang keliling kue atau gorengan, tetapi sudah siang jadi pedagang keliling sudah tidak ada.Yang ada hanya pedagang gerobak seperti tukang kupat tahu, bakso, dan bubur. Kami memilih tukang bubur gerobak sebagai objek kami. Saat itu saya, marina, dan Sopi membantu sambil mewawancarai pedagang, Indra bertugas menemani dan mengawasi kami dari jauh karena situasi pasar yang rawan kejahatan.
Kami bertiga mulai memperkenalkan diri masing-masing dan berkata bahwa kami ingin membantu pasangan suami istri tersebut untuk berjualan bubur, ternyata ibu itu sudah dari pagi berjualan disana. Awalnya ibu itu sempat bertanya kepada kami “Ada tugas ya neng? Sekolahnya dimana?”. Tetapi kami langsung menyangkal, kami berkata bahwa kami tidak ada tugas, kami tulus mau membantu ibu dan bapak ini, kami ingin punya pengalaman untuk bekerja. Setelah berkenalan ternyata nama Ibu itu adalah Ibu Eti (54) dan suaminya bernama Pa Sunarya (55). Kebetulan pada saat itu sedang tidak ada pelanggan sehingga kami bisa mewawancarai Ibu dan Bapak tanpa mengganggu pekerjaannya. Walaupun tidak ada pelanggan kami tetap membatu ib dan bapak untuk membereskan barang-barang disitu, memcuci piring, dan menata mejanya. Sambil beres-beres, kami terus mewawancarai bapak dan ibu. Ternyata BApak dan Ibu itu tinggal di dareah Pasopati, dekat dengan Pasar Antri. Mereka sudah mempunyai 3 orang anak, anak pertama sudah bekerja di tempat ternak ayam, anak kedua baru saja lulus SMA dan sedang mencari pekerjaan, anak ketiga masih bersekolah di SMK Taruna Mandiri kelas 2 SMA. Ibu dan Bapak ini sudah 10 tahun berjualan bubur di pasar antri. Biasanya mereka berjualan dari pagi jam 5 subuh, sampai dagangannya habis, tetapi mengingat usianya yang makin bertambahn tenaganya pun makin berkurang, sehingga mereka tidak biasa berlama-lama berjualan, mereka hanya berjualan sampai sekitar jam 2 siang. Setelah itu mereka plng ke rumahnya sambil membawa gerobak bubur. Penghasilan mereka sekitar 300ribu perhari. Saat kami Tanya tentang isu gas LPG yang harganya akan naik, mereka tidak setuju karena mereka bisa mendapat keuntungan yang sangat kecil kalau harga LPG dinaikkan.
Ibu Eti juga menceritakan bahwa Pa Sunarya sudah tidak bisa bekerja yang berat-berat lagi, karena Pa Sunarya baru saja dioperasi karena mengalami pembesaran kelenjar prostat. Bapak dan Ibu sudah mau pulang sehingga kami harus mengakhiri pembicaraan kami. Kami sempat diajak ke rumahnya tetapi kami menolak karena kami tidak mau merepotkan bapak dan ibu. Akhirnya kami pamit dan berterima kasih atas pengalaman yang telah diberikan.
Kami merasa masih belum puas, karena kami tidak terlalu banyak membantu karena Ibu dan Bapak sudah selesai berdagang, akhirnya kami menyusuri sepanjang jalan Gandawijaya untuk mencari objek. Kami bertemu dengan seorang Bapak tua yang membawa wadah besar di bahunya. Kami mulai mendekatinya dan memperkenalkan diri, nama Bapak tersebut Bapak Yayat dan di adalah seorang pedagang bakpau kami menjelaskan kepadanya bahwa kami ingin membantu Bapak Yayat untuk berjualan bakpau. Awalnya dia menolak karena dia kasihan pada kami, dia tidak mau merepotkan kami. Tetapi kami terus membujuknya untuk membantunya, dan akhirnya bapak itu mengiyakan, untungnya Bapak tersebut tidak mencurigai kami bahwa kami sedang mengerjakan tugas. Akhirnya kami membantunya berjualan , kemi menyusuri sepanjang jalan Gandawijaya sambil menawarkan kepada penjaga-penjaga toko yang sedang santai, kami juga tidak lupa mewawancarai Bapak Yayat. Bapak Yayat berumur 72 tahun, ia berasal dari Garut, ia tinggal di dekat Alun-Alun Kota Bandung. Sungguh perjuangan dari alun-alun Bandung ke cimahi untuk berjualan bakpau, dia naik angkuta umum dan berhenti di setiap tempat yang ramai danan pemberhentian terakhirnya di Cimahi, padahalnya Ia sudah sangat tua. Ia mempunyai 8 orang anak dan semuanya tinggal di Garut. Tetapi ia tertutup ia tidak mau menceritakan detail tentang keluarganya, kami juga memakluminya.  Ia tinggal disini bersama pemilik usaha bakpau itu. Dalam sehari ia membawa 30 bakpau dari rumah, walaupun hanya 30 tetapi sangat sulit untuk membuatnya habis terjual. Bakpau ada yang rasa daging, asin, dan manis, dan harga semuanya masing-masing 5ribu rupiah. Saya dan teman-teman merasakan sulitnya berjualan bakpau, hanya sedikit orang yang mau membeli bakpau tersebut. Tapi kami sering membujuk orang-orang supaya membeli. Kami merasa kasihan dengan Bapak Yayat, dia sudah terlalu tua untuk bekerja seperti ini, dengan panas yang menyengat dan perjalanan yang panjang, belum lagu beban yang harus dipikulnya, membawa wadah bakpau. Saat hari sudah sore bapak itu berhenti sejenak, lalu ia menyuruh kami pulang, ia sangat berterima kasih karena kami sudah membantunya, awalnya kami tidak ingin meyelesaikannya tetapi bapak tersebut mendesak karena sebentar lagi ia harus pulang ke Bandung. Akhirnya kami mengehentikan semuanya dan kami pamit pulang kepada Bapak Yayat den mengucapkan banyak terima kasih kepadanya. Kami pun berpisah, Bapak Yayat terharu, saya melihat matanya berkaca-kaca seperti hendak mengeluarkan air mata, tetapi ia menahannya supaya tidak dilihat orang, kami juga merasa terharu dan ingin menangis tapi kami menahannya. Setelah itu kami pulang ke rumah kami masing-masing.